Tuesday, March 23, 2010
WUJUD CINTA
Namaku berinisial A, sebut saja "Bunga" :) . Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya
yang alami
dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya
bersandar dibahunya yang bidang.
Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya
harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-2 saya mencintainya dulu
telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-2 sensitif serta berperasaan
halus.
Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan
permen.
Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan.
Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang.
Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam
pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya,
bahwa saya menginginkan perceraian.
"Mengapa?", dia bertanya dengan terkejut.
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan"
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak
seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat
mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah
pikiranmu?".
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya
pertanyaan untukmu, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya,
saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga
indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu
memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk
saya?"
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."
Hati saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas
dengan coret-2an tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang
bertuliskan....
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya
untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya.
Saya melanjutkan untuk membacanya kembali.
"Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan
akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-2 saya supaya
bisa membantumu dan memperbaiki programnya."
"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya
harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu
untukmu ketika kamu pulang.".
"Kamu suka jalan-2 ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru
yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata
saya untuk mengarahkanmu."
"Kamu selalu pegal-2 pada waktu 'teman baikmu' datang setiap bulannya, dan
saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal."
"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'.
Dan aku harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau
meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami hari
ini."
"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk
kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti,
saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu."
"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati
matahari pagi dan pasir yang indah.
Menceritakan warna-2 bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya
wajahmu".
"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati.
Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi
kematianku."
"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya
mencintaimu."
"Untuk itu, sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku,
mataku, tidak cukup bagimu.
Sayang, aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain
yang dapat membahagiakanmu."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur,
tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya kembali.
"Dan sekarang, sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya.
Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk
tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang
berdiri disana menunggu jawabanmu."
"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan
barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu.
Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.".
Saya segera berlari dan membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu
dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari
dia mencintaiku.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang
dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam
wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam
wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan
kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.
Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".
Diambil dari Blog seseorang..dengan perubahan minor yg tak bearti
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment